TIMES KALTIM, JAKARTA – Pemerintah resmi meluncurkan Sekolah Unggul Garuda, program pendidikan berkelas nasional yang bertujuan melahirkan generasi berdaya saing global. Di balik logo baru yang kini menghiasi berbagai media resmi, tersimpan kisah inspiratif seorang santri yang menggabungkan kreativitas, nilai, dan doa untuk negeri.

Dialah Diyan Rizqianto, alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syekh Wasil Kediri. Logo Sekolah Unggul Garuda lahir dari tangan Diyan yang belajar desain secara otodidak. “Alhamdulillah, saya sangat bersyukur dan bangga. Ini kali pertama saya menjuarai sayembara desain logo tingkat nasional,” kata Diyan, Rabu (8/10/2025).

Sayembara Desain Logo Sekolah Garuda diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi pada 9–21 Mei 2025, dengan pengumuman pemenang pada 6 Agustus 2025 melalui akun resmi @ditjensaintek. Diyan berhasil mengungguli empat finalis lain dengan desain inovatif, sarat makna, dan kuat secara filosofis.

Meski begitu, perjalanan Diyan menuju kemenangan tidak mudah. Ia mengaku sempat gagal berkali-kali dalam lomba serupa. “Saya hampir menyerah. Tapi saya yakin setiap kegagalan adalah bagian dari proses belajar,” ujarnya. Diyan terus memperdalam kemampuan desain dari tutorial daring, buku, dan komunitas, karena setiap karya harus memiliki jiwa dan pesan.

Terinspirasi oleh tema besar “Menggapai Asa Menuju Generasi Emas 2045”, Diyan menampilkan pita merah putih yang membentuk burung Garuda sebagai elemen utama logo. “Pita merah putih saya ibaratkan perjalanan panjang pendidikan Indonesia menuju kejayaan. Garuda melambangkan semangat juang, kepemimpinan, dan cita-cita tinggi,” jelasnya.

Logo karya Diyan bukan sekadar visual, tetapi pernyataan filosofis tentang arah pendidikan nasional. Setiap lekuk dan warna merepresentasikan nilai-nilai Pancasila serta pilar pendidikan yang mendorong lahirnya generasi global berdaya saing.

“Logo ini saya persembahkan untuk dunia pendidikan Indonesia. Semoga menjadi simbol semangat baru bagi generasi muda agar terus berinovasi,” kata Diyan.

Meskipun eksekusi desain hanya memakan waktu beberapa hari, tahapan riset dan perenungan ide justru lebih panjang. “Riset ide, eksplorasi makna, dan pemilihan bentuk visual yang paling lama. Desain yang baik lahir dari pemahaman mendalam, bukan sekadar alat,” ujarnya.

Kemenangan Diyan menunjukkan bahwa santri dan alumni pesantren memiliki ruang luas untuk berkontribusi di bidang kreatif dan teknologi. “Harapannya, Sekolah Unggul Garuda bisa menjadi jembatan pendidikan unggul bagi anak-anak di seluruh pelosok negeri menuju Indonesia Emas,” tambahnya.

Sebagai alumnus UIN, Diyan menekankan pentingnya kampus Islam memberi ruang lebih bagi mahasiswa kreatif. Ia juga mengapresiasi transparansi dan profesionalisme penyelenggara sayembara dari Ditjen Saintek.

Kini, setiap melihat logo Sekolah Unggul Garuda, Diyan teringat malam-malam panjangnya di pondok, menggambar dengan kuas sederhana dan mimpi besar. Dari santri Gontor menjadi pemenang sayembara nasional, ia membuktikan kreativitas dan spiritualitas bisa berjalan seiring.

“Setiap garis adalah doa,” ucapnya. Doa itu kini terbang bersama Garuda, membawa semangat anak-anak Indonesia menuju masa depan.(*)