TIMES KALTIM, KARANGANYAR – Siksorogo Lawu Ultra 2025 bukan sekadar perlombaan lari lintas alam. Digelar pada 6–7 Desember 2025 di kawasan Gunung Lawu, Jawa Tengah, ajang ini menjadi arena pertemuan antara daya tahan fisik, ketajaman mental, dan kerendahan hati manusia di hadapan alam.
Jurnalis TIMES Indonesia, Kurniawan Saputra, yang mengikuti Siksorogo Lawu Ultra 2025 kategori 50 K, membagikan pengalamannya menyusuri jalur teknikal, tanjakan panjang, hingga turunan ekstrem menuju Candi Cetho.
***
Bagi saya, lomba ini bukan hanya soal jarak dan waktu, melainkan perjalanan panjang yang menyatukan fisik, mental, dan refleksi diri di jalur pegunungan yang menantang.
Langkah pertama membawa kami memasuki lintasan teknikal menuju Bukit Mongkrang. Matahari perlahan merangkak naik, menembus kabut tipis yang menggantung di punggungan. Cahaya pagi memantul di hamparan hijau perbukitan. Pemandangan yang terasa magis dan seolah memberi energi ekstra bagi setiap pelari yang memulai perjalanan.
Medan yang basah akibat hujan membuat lintasan licin. Namun ritme tetap dijaga. Tidak terburu-buru, tidak memaksakan diri. Prinsipnya sederhana dan disiplin: start easy, finish strong. Di fase awal inilah kesabaran diuji, dan strategi mulai benar-benar dijalankan.
Memasuki kawasan Cemoro Kandang, karakter lintasan berubah total. Jalur pendakian panjang terbentang menuju puncak Lawu. Elevasi meningkat secara konsisten, bebatuan basah menyulitkan pijakan, sementara hutan yang rapat membuat langkah terasa sunyi dan berat. Di titik ini, manajemen energi menjadi penentu—mengatur napas, menjaga pacing, dan memastikan tenaga cukup hingga puncak.

Pendakian berlangsung panjang namun stabil. Hingga akhirnya, sekitar pukul 11.50 WIB, saya tiba di Puncak Gunung Lawu. Suasana di atas terasa syahdu. Awan menggantung rendah, angin dingin menyapu tubuh, dan para pelari berhenti sejenak. Mereka berdoa, berfoto, atau sekadar diam, memaknai perjalanan yang telah dilalui.
Namun Lawu belum selesai memberi ujian.
Turunan menuju Candi Cetho menjadi salah satu fase paling berat dalam Siksorogo Lawu Ultra 2025. Di atas kertas, jaraknya “hanya” sekitar tiga kilometer. Di lapangan, tantangannya berlipat ganda. Tanah basah berubah sangat licin, akar-akar pohon menjadi perangkap, dan beberapa bagian jalur hampir menyerupai aliran sungai kecil. Curam, teknikal, dan menuntut kewaspadaan penuh.
Akibat kondisi tersebut, tiga kilometer itu ditempuh hampir empat jam penuh. Setiap langkah harus diperhitungkan. Setiap pegangan diuji. Fokus tidak boleh terlepas sedikit pun. Secara fisik melelahkan, secara mental menguras—namun justru di sanalah proses pendewasaan terjadi.
Keluar dari jalur ekstrem itu, saya akhirnya mencapai water station dan checkpoint besar Cetho, sekaligus lokasi drop bag. Di titik inilah tubuh kembali dipulihkan: mengisi ulang cairan, menyantap makanan hangat, mengganti kaus kaki, melakukan peregangan ringan, dan yang tak kalah penting—reset mental.
Sisa jarak menuju garis finish kurang dari 10 kilometer. Namun pengalaman ultra trail mengajarkan satu hal yang pasti: sisa 10 km bukanlah 10 km biasa.
Lintasan menuju finish diwarnai jalur tanah, tanjakan ringan, dan hamparan padang yang mulai mengering menjelang petang. Langkah demi langkah terasa lebih ringan. Target saya jelas, menyelesaikan lomba sebelum hari benar-benar gelap.

Akhirnya, dengan tenaga tersisa dan mental yang tetap kokoh, saya menembus garis finish dengan catatan waktu 12 jam 45 menit. Sebuah pencapaian yang terasa manis—ultra kedua yang berhasil dituntaskan, sekaligus catatan waktu terbaik di kategori 50K sepanjang perjalanan trail run yang saya ikuti.
Di garis akhir, kelelahan berpadu dengan rasa syukur. Ini bukan sekadar lomba terakhir di tahun 2025, melainkan penutup musim yang meninggalkan kesan mendalam.
Bagi saya, Siksorogo Lawu Ultra bukan hanya kompetisi. Ia adalah perjalanan batin dalam wujud olahraga—tentang ketenangan, ketahanan, perhitungan, dan penghormatan pada alam. Dengan finish strong di Lawu, satu babak resmi ditutup, dan pandangan kini diarahkan ke depan.
Race season 2026 sudah menanti. Saatnya memetakan perjalanan baru. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Siksorogo Lawu 2025: Ultra yang Lebih dari Sekadar Lari, Tapi Perjalanan Diri
| Pewarta | : Kurniawan Saputro |
| Editor | : Wahyu Nurdiyanto |