TIMES KALTIM, SURABAYA – Penulis dan jurnalis senior Farid Gaban mengingatkan adanya potensi kekacauan sosial dan ekonomi di Indonesia jika berbagai persoalan yang terjadi saat ini tidak segera diantisipasi secara serius. Peringatan tersebut ia sampaikan di sela rangkaian road show diskusi dan bedah buku Reset Indonesia yang digelar di Jawa Timur, Sabtu (27/12/2025).

Farid menilai sejumlah peristiwa belakangan ini menunjukkan gejala awal menuju situasi krisis. Ia menyinggung cara pemerintah merespons dinamika sosial, mulai dari gelombang demonstrasi pada Agustus lalu hingga penanganan sejumlah bencana di wilayah Sumatra.

Menurut Farid, sejumlah persoalan tersebut belum ditangani secara komprehensif. Ia juga menyoroti kebijakan lingkungan dan pembangunan yang dinilai berpotensi menimbulkan persoalan baru, serta pendekatan aparat keamanan dalam merespons aspirasi masyarakat terdampak bencana.

“Indonesia berpotensi mengalami chaos jika kondisi seperti ini dibiarkan tanpa koreksi kebijakan,” ujar Farid.

Ia menilai, tanpa langkah antisipatif yang tepat, situasi tersebut dapat berkembang menjadi krisis ekonomi dan sosial yang lebih luas. Ketimpangan kebijakan, rasa keadilan hukum yang dinilai belum merata, serta meningkatnya jarak antara pemerintah dan masyarakat disebut berpotensi memperbesar ketegangan.

Sebagai upaya menawarkan jalan keluar, Farid menyebut buku Reset Indonesia sebagai salah satu referensi solusi. Buku tersebut ditulis bersama tiga penulis lain, yakni Dandhy Laksono, Yusuf Priambodo, dan Benaya Harobu, berdasarkan riset serta pengalaman empiris dari perjalanan panjang mengelilingi berbagai wilayah Indonesia selama lebih dari 15 tahun.

“Di dalam buku itu kami mencoba merumuskan gagasan korektif dan solusi, termasuk pandangan tentang arah Indonesia ke depan,” kata Farid, yang dikenal aktif dalam kegiatan jurnalistik lapangan, pendakian gunung, dan penyelaman.

Ia menjelaskan, buku tersebut tidak hanya memotret persoalan struktural, tetapi juga menawarkan alternatif kebijakan dan refleksi kritis terhadap praktik pemerintahan yang dinilai kurang berpihak kepada kepentingan publik.

Meski sejumlah agenda diskusi dan bedah buku sempat mengalami penolakan dan pembubaran di beberapa daerah, Farid dan rekan-rekannya tetap melanjutkan kegiatan tersebut. Hingga akhir 2025, road show Reset Indonesia telah digelar di sekitar 50 kota di Pulau Jawa.

Pada awal 2026, rangkaian diskusi serupa direncanakan berlanjut ke luar Jawa, mencakup wilayah Sumatra hingga Papua. Farid berharap, gagasan dan solusi yang ditawarkan melalui buku tersebut dapat dipahami oleh masyarakat luas.

“Tujuan kami sederhana, agar publik punya ruang refleksi dan pilihan solusi. Dengan begitu, potensi kekacauan bisa diminimalkan,” ucapnya. (*)