https://kaltim.times.co.id/
Kopi TIMES

Perempuan Haid Boleh Puasa Ramadan?

Kamis, 28 Maret 2024 - 10:07
Perempuan Haid Boleh Puasa Ramadan? Syarif Abdurrahman, Khodimul Ilmu Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang

TIMES KALTIM, JOMBANG – Dalam kitab Fath al-Qarib dijelaskan bahwa ketika seorang wanita yang haid dihukumi batal puasanya, dan orang yang mengalami haid atau nifas berkewajiban untuk mengqadha' puasanya. 

Dalam hal ini puasa memiliki konsekuensi yang berbeda dengan shalat, dalam hal berkewajiban untuk mengqadha'. Sebab dalam shalat orang yang haid atau nifas tidak diwajibkan untuk mengqadha' shalat yang ia tinggalkan pada masa haid atau nifas.

Hal serupa terdapat dalam kitab Safinatun najah, bahwa wanita haid dan nifas haram hukumnya melaksanakan puasa dan ibadah puasa Ramadan yang tertinggal serta harus dibayar dikemudian hari. 

Pendapat ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا

"Apabila (seorang wanita) sedang mengalami haid, maka dia tidak shalat dan tidak puasa. Yang demikian itu menunjukkan kurangnya agamanya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut intelektual Muslim Indonesia, Abdul Moqsith Ghazali, para fuqaha memang berpendapat bahwa haid menjadi penghalang (ما نع) perempuan untuk menjalankan puasa Ramadan. Namun, ada sejumlah intelektual Islam kontemporer seperti Dr. Ahmad Imarah dari Mesir mengatakan bahwa sebuah kekeliruan jika perempuan membatalkan puasanya karena haid. Baginya, tidak ada dalil, baik dalam Al-Qur'an maupun hadis yang melarang perempuan haid berpuasa. 

Pendapat ini mendapat tentangan keras dari ulama yang tergabung dalam Darul Ifta al-Mishriyah. 

Pendapat yang hampir sama disampaikan oleh Prof Abdul Aziz Bayindir dalam bukunya:

 مفاهيم ينبغي ان تصحح في ضوء القران الكريم

Di halaman 151-155 (terbitan 2009), Prof Bayindir membahas soal kebolehan perempuan haid untuk puasa dan menampik pendapat yang mengharamkan perempuan haid berpuasa. Bayindir mempertanyakan, jika haid merupakan penghalang puasa, maka seharusnya perempuan tidak harus wajib mengqadha' puasanya seperti perempuan haid tidak wajib mengqadha shalatnya. 

Pendapatnya: Bagaimana kita diperintahkan mengqadha' kan sebuah ibadah yang diharamkan untuk melakukannya? 

Lebih lanjut, Bayindir menyamakan perempuan haid dengan orang sakit, mereka boleh memilih antara berpuasa dan tak berpuasa. 

Bayindir juga melakukan pemaknaan ulang tentang hadis Aisyah yang dijadikan dalil perempuan haid tidak berpuasa:

"Kami (perempuan) diperintahkan mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan mengqadha' shalat"

Menurut Bayindir kata qadha' di Al-Quran bermakna melaksanakan ibadah di dalam waktunya. Harusnya ulama fikih mengikuti pengertian qadha di Al-Qur'an. Bukan membuat istilah baru yaitu ada'. 

Lalu bagaimana sikap kita? 

Jika ragu dengan pendapat baru, maka bertahan dengan pendapat lama itu lebih baik apalagi pendapat itu lebih ihtiyath dan mu'tabarah. 

Merujuk kaidah fikih, ambil yang jernih dan hindari yang keruh. (*)

***

*) Oleh : Syarif Abdurrahman, Khodimul Ilmu Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Kaltim just now

Welcome to TIMES Kaltim

TIMES Kaltim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.