https://kaltim.times.co.id/
Berita

Forum Puspa Dorong Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Tasikmalaya

Kamis, 30 Oktober 2025 - 07:08
Forum Puspa Dorong Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Tasikmalaya Heni Hendini Ketua Forum Puspa (Kanan) dan para narasumber pada kegiatan Workshop Paralegal Perlindungan Anak dan Perempuan, di Gedung Galih Prawestri, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Rabu (29/10/2025)

TIMES KALTIM, TASIKMALAYA – Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Tasikmalaya kian mengkhawatirkan.

Berdasarkan data dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Kota Tasikmalaya, tercatat sebanyak 180 kasus kekerasan terjadi sepanjang 2025. 

Angka ini menjadi alarm serius bagi semua pihak, mengingat sebagian besar korban masih berusia anak-anak dan perempuan yang rentan secara ekonomi maupun sosial.

Kondisi ini mendorong Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Forum Puspa) Kota Tasikmalaya untuk bertindak nyata.

Melalui Workshop Paralegal Perlindungan Anak dan Perempuan, 64 anggota Forum Puspa dibekali pengetahuan dasar hukum dan advokasi agar mampu menjadi garda terdepan dalam mendampingi korban kekerasan di wilayahnya.

Ketua Forum Puspa Tasikmalaya, Heni Handini, M.Pd., menegaskan bahwa pelatihan ini bukan sekadar kegiatan formalitas, tetapi langkah konkret untuk memperluas akses terhadap keadilan hukum yang lebih inklusif dan berpihak pada korban.

“Dengan banyaknya paralegal, kami berharap masyarakat, khususnya perempuan dan anak korban kekerasan, tidak lagi takut melapor. Mereka akan tahu ke mana harus mencari bantuan hukum dan psikologis,” ujar Heni saat dihubugni TIMES Indonesia Kamis (30/10/2025) pagi.

Solusi Rumah Aman

Namun, di balik semangat pemberdayaan ini, Heni menyayangkan belum adanya rumah aman (shelter) yang bisa menjadi tempat perlindungan sementara bagi para korban.

Banyak korban enggan pulang ke rumah karena pelaku kekerasan masih tinggal di lingkungan yang sama. Akibatnya, proses trauma healing tidak bisa berjalan maksimal.

“Kota Tasikmalaya belum memiliki rumah aman untuk persinggahan sementara korban kekerasan. Padahal ini penting agar korban bisa mengikuti proses pemulihan tanpa rasa takut,” ujar Heni.

Lebih memprihatinkan lagi, di Kota Tasikmalaya baru terdapat satu rumah sakit yang memiliki poli jiwa, itupun milik swasta. Kondisi ini membuat korban kesulitan mendapatkan layanan psikologis yang terjangkau.

“Memang sekarang RS itu memberikan keringanan, Alhamdulillah. Tapi biar tidak berat di ongkos, kehadiran rumah aman jadi sebuah keniscayaan,” tambahnya.

Kabar baik datang dari Kepala Dinas PPKBP3A Kota Tasikmalaya, H. Imin Muhaemin, yang menghadiri acara tersebut.

Menurut Heni, dinas berencana menyiapkan ruang aman di RS Dewi Sartika sebagai solusi awal sebelum berdirinya rumah aman permanen.

“Kami tentu berharap rencana itu benar-benar terwujud, agar korban bisa lebih cepat mendapatkan penanganan medis dan psikologis secara terpadu,” ujarnya penuh harap.

Dengan adanya ruang aman, tim Forum Puspa yang terdiri dari advokat, psikolog, psikiater, dan konselor akan lebih leluasa dalam menjalankan tugas pemulihan dan pendampingan hukum bagi korban kekerasan.

Apresiasi Para Perempuan Hebat

Dukungan juga datang dari Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya, H. Wahid, S.Pd.I, yang turut membuka kegiatan tersebut.

Ia menyebut para anggota Forum Puspa sebagai sosok 'perempuan hebat' yang mampu berperan ganda — mengurus keluarga sekaligus menjadi penggerak sosial.

“Kami kira, para kader dan pengurus Forum Puspa merupakan perempuan hebat karena di tengah kesibukan mengurus keluarga, mereka membuka ruang untuk ikut mengadvokasi korban kekerasan anak dan perempuan,” kata Wahid.

Ia menambahkan, pemerintah kota perlu memperkuat edukasi hukum dan kesadaran sosial tentang bahaya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta dampak psikologisnya.

“Artinya masyarakat harus lebih masif diberi pemahaman soal dampak psikologis dari kekerasan, juga dampak hukumnya. Jangan sampai korban justru disalahkan,” tegasnya.

Ribuan Kasus Masih Terjadi

Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), sepanjang 2024 tercatat lebih dari 23 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Indonesia melalui aplikasi SIMFONI PPA.

Bentuk kekerasan yang paling banyak terjadi adalah kekerasan fisik, seksual, dan psikologis, baik di ruang publik maupun domestik.

Di banyak daerah, termasuk Tasikmalaya, tantangan utama masih seputar kurangnya tenaga pendamping hukum, minimnya shelter aman, serta stigma sosial terhadap korban.

Oleh karena itu, pelatihan paralegal seperti yang dilakukan Forum Puspa menjadi langkah strategis dalam memperkuat jejaring perlindungan berbasis masyarakat.

Forum Puspa Tasikmalaya berharap pemerintah daerah dapat memprioritaskan pembangunan rumah aman, memperbanyak layanan psikologis di fasilitas kesehatan publik, serta memastikan koordinasi lintas sektor antara dinas, aparat penegak hukum, dan lembaga masyarakat berjalan efektif.

“Perempuan dan anak harus merasa aman di kota sendiri. Mereka bukan sekadar objek perlindungan, tapi subjek yang punya hak atas keadilan dan kehidupan yang bermartabat,” pungkas Heni. (*)

Pewarta : Harniwan Obech
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Kaltim just now

Welcome to TIMES Kaltim

TIMES Kaltim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.